Sumber (4-3-21) “Ahbadu” atau “Ahbazhu”, itulah nama yang diberikan oleh salah seorang pengurus Dewan Kemakmuran Mushola (DKM) Pengadilan Agama Sumber terkait acara yang dilaksanakan setelah sholat zhuhur.
DKM di bawah kepemimpinan KH. Abdul Hanan, S.H., M.H. mempunyai banyak program terkait pembinaan mental aparatur Pengadilan Agama Sumber, satu di antaranya adalah kuliah ba’da zhuhur ini. Program ini diwujudkan untuk mendukung keberhasilan pembangunan zona integritas tahun 2021 yang kini tengah diusahakan kembali. Support seperti inilah yang dibutuhkan sebagai salah satu poin penting merubah mindset negatif menjadi mindset positif.
Acara yang digelar perdana ini menampilkan Ketua Pengadilan Agama Sumber Drs. H. Yayan Atmaja, S.H., M.H. sebagai penceramah. Tidak banyak yang hadir, tetapi cukup mewakili dari kalangan Hakim, Panmud, Kasubag, Panitera Pengganti, dan Jurusita Pengganti. Ini terjadi karena masih berlangsungnya pelayanan kepada masyarakat pencari keadilan.
Diawali dengan pembukaan oleh pembawa acara “dadakan” Drs. H. Was’adin, M.H. dan dilanjutkan dengan penyampaian materi oleh Ketua PA Sumber. Tema yang disajikan “Bekerja Secara Optimal”. Menurutnya, tema ini terinspirasi dari sebuah moto (maqolah): “I’malu fauqo ma ‘amilu” (bekerjalah melebihi apa yang mereka kerjakan). Pertanyaannya, kenapa kita harus bekerja? Lebih lanjut Ketua memaparkan “Bahwa Islam memandang kerja itu sebagai kodrat hidup manusia, ya manusia lahir ke dunia memang harus bekerja untuk keberlangsungan hidupnya. Dengan bekerja kita juga akan mendekatkan diri kepada Allah, bekerja adalah memenuhi perintah Allah, bekerja adalah bentuk ketaatan kita pada sang pencipta, dan ini bagian dari ujian hidup (QS. Al-Muluk ayat 2). Bekerja juga adalah fitrah, di sinilah manusia menunjukkan identitas diri dan meninggikan derajatnya (QS. Al-An’am ayat 132)”.
Selanjutnya disampaikan, bagaimana al-Qur’an memandang sebuah pekerjaan? Ini bisa dilacak dari Surat Az-Zumar ayat 39, Al-An’am ayat 135 dan Al-Isro ayat 84. Dalam ayat-ayat itu ternyata ada beragam pendapat ahli tafsir terhadap kata “’ala syakilatihi”, di antaranya bekerja “menurut keahliannya” (Ibnu Abbas), atau “menurut keadaan masing-masing” (Mujahid), atau “menurut niat masing-masing” (Qatadah), atau “menurut keyakinan masing-masing” (Ibnu Zaid). Tetapi semua itu bermuara pada bekerja sesuai skil atau keterampilan masing-masing orang.
Lebih lanjut dipaparkan, apakah bekerja itu ibadah? Ya karena dia memenuhi perintah Allah maka dia berpahala. Seperti hal belajar, kita diperintah untuk belajar mencari ilmu. Siapa yang keluar dari rumahnya dengan tujuan mencari ilmu, maka dia berada di jalan Allah sampai dia kembali pulang ke rumah (man khoroja fi tholab al-ilmi fahua fi sabilillah hatta yarji’a). Analog/qiyas terhadap itu, maka bekerja (al-amal/al-kasbu) juga merupakan hal sama.
Bekerja akan bernilai ibadah, apabila diawali dengan niat (innama al-a’mal bi al-niyat), dan ia dilakukan oleh orang yang beriman (QS. al-Ashr ayat 3).
Dalam pandangan Islam, bekerja harus sungguh-sungguh, menampilkan kualitas pekerjaan pada strata yang paling tinggi karena akan dinilai siapa yang paling baik hasil pekerjaannya (ayyukum ahsanu ‘amalan).
Mengakhiri kuliah ba’da zhuhur, Ketua berharap semua aparat bisa bekerja secara optimal sesuai bidang masing-masing. Dan acara ditutup oleh pembawa acara dengan sama-sama membaca Alhamdulillah.@YA